Selasa, 04 Juni 2013

it's aLL about Askep Hemoragia Post Partum

Menurut Depkes RI (2004) bila dibandingkan negara-negara ASEAN, AKI Indonesia menempati posisi paling tinggi. Penyebab AKI tinggi ada dua faktor penyebab, yaitu medis dan akses ke pelayanan kesehatan. Untuk mendukung MPS yang dicanangkan WHO, pemerintah melaksanakan strategi utama adalah memberi pertolongan persalinan yang diberikan tenaga kesehatan, kedua mengupayakan komplikasi dan perdarahan ibu saat mengandung dan melahirkan dapat ditangani, ketiga mengupayakan pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan. Mengenai target menurunkan AKI menjadi 125/100.000, agaknya sulit mencapai target tersebut.

Angka Kematian Ibu (AKI) maternal bersama dan Angka Kematian Bayi (AKB) senantiasa menjadi indikator keberhasilan pembangunan pada sektor kesehatan. AKI mengacu pada jumlah kematian ibu yang terkait dengan masa kehamilan, persalinan, dan nifas. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia AKI tahun 2002 mencapai 307 per 100.000 kelahiran hidup Angka ini turun tahun 2007 menyebutkan bahwa AKI tahun 2007 sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup. (Depkes RI, 2008).

Penyebab kematian ibu di Indonesia menurut Manuaba (1998) adalah perdarahan, infeksi, dan gestosis dimana perdarahan menjadi penyebab terbesar hingga mencapai 30-35%.

Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40% s/d 60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta dilaporkan berkisar 16%-17% Di RSU H. Damanhuri Barabai, selama 3 tahun (1997-1999) didapatkan 146 kasus rujukan perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta. Dari sejumlah kasus tersebut, terdapat satu kasus (0,68%) berakhir dengan kematian ibu. Menurunkan kejadian perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta tidak hanya mengurangi risiko kematian ibu, namun juga menghindarkannya dari risiko kesakitan yang berhubungan dengan perdarahan pasca persalinan, seperti reaksi tranfusi, tindakan operatif, dan infeksi. Bukti berbagai penelitian mendukung penatalaksanaan aktif kala III persalinan (setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta) dapat menurunkan risiko perdarahan pasca persalinan sampai 40% (Pribakti, 2001).

Perdarahan merupakan salah satu akibat dari terjadinya anemia saat kehamilan.  Anemia berdampak memberatkan tumbuh kembang janin dalam rahim diantaranya abortus, prematuritas, BBLR, lahir dengan anemia, mudah infeksi, pertumbuhan setelah lahir mengalami hambatan.  Untuk ibunya dapat terjadi persalinan lama, distosia yang memerlukan tindakan operatif, perdarahan post partum dan akhirnya mudah mendapatkan infeksi post partum (Manuaba, 2002).


Menurut (Mochtar, 1998) perdarahan post partum mengakibatkan perdarahan lebih 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir.  Selain itu, frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan, secara umum perdarahan post partum disebabkan oleh  atonia uteri (50-60%), retensio plasenta (16-17%), sisa plasenta (23-24%), trauma jalan lahir (laserasi) (4-5%), dan kelainan darah (0,5-0,8%).

A.      Konsep Dasar
1.         Definisi
Hemoragia postpartum (perdarahan postpartum) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (William, 1981).

Perdarahan postpartum adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah melahirkan. (Doengoes, 2001).

Dengan pengukuran kuantitatif, ternyata batasan tersebut tidak terlalu tepat kerena terbukti bahwa darah yang keluar pada saat persalinan pervaginam umumnya lebih dari 500 ml, dan ini merupakan salah satu penyebab mortalitas pada ibu.

Klasifikasi perdarahan postpartum dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
a.         Perdarahan postpartum awal (sampai 24 jam setelah kelahiran).
b.        Perdarahan postpartum lambat (samapi 28 jam setelah kelahiran).

2.         Etiologi
Berbagai penyebab penting, baik yang berdiri sendiri maupun bersama-sama yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum adalah sebagai berikut :
a.         Trauma jalan lahir
1)        Episiotomi yang lebar.
2)        Laserasi perineum, vagina dan serviks.
3)        Ruptur uterus.
b.        Kegiatan kompresi pembuluh darah tempat implantasi plasenta.
1)        Miometrium hipotonia.
a)         Anestesi umum (trauma dengan senyawa halogen dan eter).
b)        Perfusi miometriun yang kurang (hipotensi akibat perdarahan atau anetesi konduksi).
c)         Uterus yang terlalu menegang (janin yang besar, kehamilan multiple, hidroamnion).
d)        Setelah persalinan yang lama.
e)         Setelah persalinan yang terlalu cepat.
f)         Setelah persalinan yang dirangsang dengan oksitoksin dalam jumlah yang besar.
g)        Paritas tinggi.
h)        Perdarahan akibat atonia uteri pada persalinan sebelumnya.
i)          Infeksi uterus.
2)        Retensi sisa plasenta
a)         Perlekatan yang abnormal (plasenta akreta dan prekreta).
b)        Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta senturia).
3)        Gangguan koagulasi
Gangguan koagulasi yang didapat maupun kongenital akan memperberat perdarahan akibat semua sebab diatas.
Dari semua penyebab diatas, dua penyebab perdarahan postpartum dini yang paling sering adalah sebagai berikut :
a.         Miometrium yang hipotonia (atonia uteri).
b.        Perlukaan vagina serta serviks.
Faktor predisposisi perdarahan postpartum adalah sebagai berikut :
a.         Kelahiran besar.
b.        Kelainan forsep tengah.
c.         Rotasi forsep.
d.        Kelahiran sebelum pembukaan serviks lengkap.
e.         Insisi serviks.
f.         Kelahiran per vaginam.
g.        Post seksio caesarea.
h.        Insisi uterus lain.

1.         Tanda Klinis
Pengaruh perdarahan sangat tergantung pada hal-hal berikut :
a.         Volume yang ada sebelum kehamilan.
b.        Besarnya hipervolemia akibat kehamilan.
c.         Tingkat anemia waktu kelahiran.
Tanda-tanda yang mengkhawatirkan pada perdarahan postpartum adalah tidsak adanya perubahan nadi dan tekanan darah yang berarti sebelum terjadi perdarahan yang banyak.
Tanda klinis perdarahan postpartum antara lain :
a.         Hipovolemia yang berat, Hipoksia,  takipnea, dispnea, asidosis, dan sianosis.
b.        Kehilangan darah dalam jumlah besar.
c.         Distensi kavum uterus.

2.         Pemeriksaan Diagnostik
Bila adanya kemungkinan akumulasi darah uterus/dalam vagina yang tidak di ketahui, maka pemeriksaan diagnosis perdarahan postpartum biasanya dapat di jelaskan dengan inspekulum pada vagina, serviks, dan uterus.
a.         Golongan darah menentukan Rh, ABO, dan pencocokan silang.
b.        Jumlah darah lengkap menunjukan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah putih (perpindahan kekiri dan peningkatan laju sedimentasi menunjukan infeksi).
c.         Kultur uterus dan vagina mengesampingkan infeksi postpartum.
d.        Urinalitas : memastikan kerusakan kandung kemih.
e.         Profil koagulasi : peningkatan degenerasi kadar produk fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen masa tromboplastin parsial diaktivasi : masa tromboplastin partial (APTT/PTT) masa protrombin memanjang pada KID.
f.         Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.

3.         Penatalaksanaan Perdarahan Postpartum
Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak berkontraksi dengan kuat, uterus harus di urut.
a.         Dorongan pada plasenta diupayakan dengan tekanan manual pada fundus uterus. Bila perdarahan berlanjut, pengeluaran plasenta secara manual harus dilakukan.
b.        Pemberian 20 menit oksitosin dalam 1000 ml larutan RL atau normal    saline terbukti efektif bila di berikan perifus intravena kurang lebih 10 ml/menit bersamadengan mengurut uterus secara efektif.
c.         Bila cara di atas tidak efektif, ergovine 0,2 mg yang di berikan secara IV dapat merangsang uterus untuk nberkontraksi dan bereteraksi dengan baik, untuk mengatasi perdarahan dari tempat implantasi plasenta.

Bila penatalaksanaan perdarahan yang telah disebutkan tadi masih belum berhasil, maka segera lakukan tindakan berikut :
a.         Lakukan kompresi uterus bimanual (tindakan ini akan mengatasi sebagian sebagian perdarahan.
b.        Tranfusi darah. Golongan darah setiap ibu harus sudah diketahui sebelum persalinan.
c.         Lakukan eksplorasi kavum uterus secara manual untuk mencari sisa plasenta yang tertinggal.
d.        Lakukanlah pemeriksaan inspekulum pada serviks dan vagina.
e.         Pasang tambahn infus IV kedua dengan menggunakn kateter IV yang besar, sehingga aksitosin dapat diteruskan sambil membersihkan darah.
f.         Kecukupan output jantung pengisian arterial dapat di pantau melalui produksi kemih.




A.      Asuhan Keperawatan
1.         Pengkajian
Pada kasus perdarahan postpartum seharusnya dilakukan pemeriksaan fisik secara keseluruhan dan lebih difokuskan pada :
a.         Aktivitas atau istirahat dengan melaporkan kelelahan berlebihan.
b.        Sirkulasi, kehilangan darah pada kelahiran umumnya 400-500 ml (kelahiran seksio caesarea) meskipun kehilangan darah sering diabaikan. Riwayat anemia kronis, defek koagulasi kongenital atau insidental serta idiopatik trombositopenia purpura.
c.         Integritas ego, cemas, ketakutan dan khawatir.
Perdarahan postpartum awal (sampai 24 jam setelah kelahiran)
a.         Sirkulasi
1)        Perubahan TD dan nadi (mungkin tidak terjadi sampai kehilangan darah bermakna.
2)        Perlambatan pengisian kapiler.
3)        Pucat, kulit dingin/lembap.
4)        Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara eksternal plasenta tertahan).
5)        Dapat mengalami perdarahan per vaginam berlebihan, rembesan dari insisi caesarea atau episiotomi seperti rembesan kateter intravena, injeksi intramuskular atau kateter urinarius, perdarahan gusi (tanda-tanda koagulasi intravaskular desiminata).
6)        Hemoragi berat atau gejala syok diluar proporsi jumlah kehilangan darah (inversi uterus).
b.        Eliminasi
Kesulitan berkemih dapat menunjukan hematoma dari porsi vagina.
c.         Nyeri/ketidaknyamanan
Sensasi nyeri terbaka/robekan (laserasi),  nyeri vulva/ vagina/ pelvis/ punggung berat (hematoma), nyeri uterus lateral (hematoma kedalam ligamen luas), nyeri tekan abdominal (atonia uteri, fragmen plasenta tertahan), nyeri abdominal (inversi uterus).
d.        Keamanan
1)        Laserasi jalan lahir : darah merah terang sedikit menetap (mungkin tersembunyi) dengan uterus keras, uterus berkontraksi dengan baik, robekan terlihat pada labia minora/mayora dari muara vagina ke perineum, robekan episiotomi luas, ekstensi episiotomi kedalam kubah vagina atau robekan pada serviks.
2)        Hematoma : unilateral, penonjolan masa tegang berfluktuasi pada muara vagina atau meliputi labia mayora, keras, nyeri pada sentuhan perubahan warna kemerahan atau kebiruan unilateral kulit perineum atau bokong (hematoma abdominal setelah kelahiran caesarea mungkin asimptomatik, kecuali pada perubahan tanda vital).
e.         Seksualitas
1)        Pembesaran uterus lunak dan menonjol, sulit dipalpasi, perdarahan merah terang dari vagina (lambat atau tersembunyi), bekuan-bekuan besar dikeluarkan dari masase uterus (atonia uterus).
2)        Uterus kuat, kontraksi baik atau parstial dan agak menonjol (fragmen-fragmen plasenta yang tertahan).
3)        Fundus uteri terinversi mendekat pada kontak atau menonjol melalui os. eksternal (inversi uterus).
4)        Kehamilan baru dapat memengaruhi hiperdeistensi uterus (gestasi multipel polihidroamnion, makrosomia) abrupsi plasenta, plasenta previa.

Perdarahan postpartum lambat (28 jam setelah kehamilan)
a.         Sirkulasi
1)        Rembesan kontinu atau rembesan tiba-tiba.
2)        Kelihatan pucat, anemis.
b.        Nyeri/ketidaknyamanan
1)        Nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan).
2)        Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma).
c.         Keamanan
1)        Lochea berbau busuk (infeksi).
2)        Ketuban pecah dini (KPD).
d.        Seksualitas
1)        Tinggi fundus badan uterus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum kehamilan (subinvolusi).
2)        Leukore mungkin ada.
3)        Terlepasnya jaringan.

2.         Diagnosa Keperawatan
a.         Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskular yang berlebihan.
b.        Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
c.         Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
d.        Gangguan pola nafas berhubungan dengan intake O2 yang rendah.
e.         Nyeri berhubungan dengan episiotomi dan laserasi.
f.         Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan adanya trauma jalan lahir.
g.        Gangguan pola eliminasi urine berhubungan dengan pengeluaran renin.

3.         Intervensi Keperawatan
a.         Diagnosa 1 : kekurangan volume cairan berhubungan kehilangan vaskular yang berlebihan ditandai dengan asidosis, sianosis, takipnea, dispnea dan syok hipovolemik.
Tujuan : volume cairan adekuat.
Kriteria Hasil : tanda-tanda vital dalam batas normal, pengisian kapiler cepat (kurang dari 3 detik), sensorium tepat, input dan output cairan seimbang serta berat jenis urine dalam batas normal.


Rencana Intervensi
Rasional
Mandiri :
1.
Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi perdarahan. Timbang dan hitung pembalut. Simpan bekuan dan jaringan untuk dievaluasi oleh dokter.
1.
Perkirakan kehilangan darah, arterial versus vena dan adanya bekuan-bekuan membantu membuat diagnosis banding serta menentukan kebutuhan penggantian (satu gram peningkatan berat pembalut sama dengan kurang lebih 1 ml kehilangan darah).
2.
Kaji lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus. Dengan masase, penonjolan uterus dengan satu tangan sambil menempatkan tangan kedua tepat diatas simfisis pubis.
2.
Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam diagnosis banding. Peningkatan kontraktilitas miometrium dapat menurunkan kehilangan darah. Penempatan satu tangan diatas simfisis pubis mencegah kemungkinan inversi uterus selama masase.
3.
Perhatikan hipotensi dan takikardi, perlambatan pengisisan kapiler atau sianosis dasar kuku, serta membran mukosa dan bibir.
3.
Tanda-tanda menunjukan hipovolemik dan terjadinya syok. Perubahan tekanan darah tidak dapat dideteksi sampai volume cairan telah menurun hingga 30-50%. Sianosis adalah tanda akhir dari hipoksia.
4.
Pantau masukan dan keluaran : perhatikan berat jenis urine.
4.
Bermanfaat dalam memperkirakan luas / signifikansi kehilangan cairan. Volume perfusi / sirkulasi adekuat ditunjukan dengan haluaran 30-50 ml / jam atau lebih besar.
5.
Berikan lingkungan yang tenag dan dukungan psikologis.
5.
Meningkatkan relaksasi, menurunkan ansietas dan kebutuhan metabolik.

b.        Diagnosa 2 : perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia, ditandai dengan pengisian kapiler lambat, pucat, kulit dingin atau lembap, penurunan produksi ASI.
Tujuan : perfusi jaringan kembali normal.
Kriteria hasil : TD, nadi darah arteri, Hb/Ht dalam batas normal. Pengisian kapiler cepat, fungsi hormonal normal menunjukkan dengan suplai ASI adekuat untuk laktasi dan mengalami kembali menstruasi normal.
Rencana Intervensi
Rasional
Mandiri :
1.
Perhatikan Hb/Ht sebelum dan sesudah kehilangan darah. Kaji status nutrisi, tinggi dan berat badan.
1.
Nilai bandingan membantu membantu menetukan beratnya kehilangan darah. Status sebelumnya dari kesehatan yang buruk meningkatkan luasnya cedera karena kekurangan O2.
2.
Pantau tanda vital, catat derajat dan durasi episode hipovolemik.
2.
Luasnya keterlibatan hipofisis dapat dihubungkan dengan derajat dan durasi hipotensi. Peningkatan frekusensi pernafasan dapat menunjukan upaya untuk mengatasi asidosis metabolik.
3.
Perhatikan tingkat kesadaran dan adanya perubahan prilaku.
3.
Perubahan sensorium adalah indikator dini hipoksia, sianosis tanda lanjut, mungkin tidak tampak sampai kadar PO2 turun dibawah 50 mmHg.
4.
Kaji warna dasar kuku, mukosa mulut, gusi dan lidah serta perhatikan suhu kulit.
4.
Pada kompensasi vasokontriksi dan pirau organ vital, sirkulasi pada pembuluh darah perifer diturunkan yang mengakibatkan sianosis dan suhu kulit dingin.
5.
Kaji payudara setiap hari, perhatikan ada atau tidaknya laktasi dan perubahan ukuran payudara.
5.
Kerusakan hipofisis anterior menurunkan kadar prolaktin, mengakibatkan tidak adanya produksi ASI, dan akhirnya menurunkan jaringan kelenjar payudara.
Kolaborasi :
6.
Pantau kadar pH
6.
Membantu dalam mendiagnosis derajat hipoksia jaringan atau asidosis yang diakibatkan oleh terbentuknya asam laktat dari metabolisme anaerobik.
7.
Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan.
7.
Memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk transpor sirkulasi kejaringan.



DAFTAR PUSTAKA

Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika.
Prawirohardjo Sarwono, EdiWiknjosastro H. 1997. Ilmu Kandungan.  Jakarta : Gramedia.
RSUD Dr. Soetomo. 2001.  Perawatan Kegawat daruratan Pada Ibu Hamil. Surabaya :  FK. UNAIR.
Subowo. 1993. Imunologi Klinik. Bandung : Angkasa.
Tabrani Rab. 1998.  Agenda Gawat Darurat. Bandung : Alumni.