Rabu, 14 Desember 2011

it's aLL about SINDROMA NEFROTIK

Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema ( Suriadi dan Rita Yuliani, 2001 ).

Insidens lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan. Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari, dan responnya trerhadap pengobatan. Sindrom nefrotik jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun. Sindrom nefrotik perubahan minimal ( SNPM ) menacakup 60 – 90 % dari semua kasus sindrom nefrotik pada anak. Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan majunya terapi dan pemberian steroid. Bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk nefrektomi bilateral dan transplantasi ginjal. ( Cecily L Betz, 2002 ).

Berdasarkan hasil penelitian univariat terhadap 46 pasien, didapatkan insiden terbanyak sindrom nefrotik berada pada kelompok umur 2 – 6 tahun sebanyak 25 pasien (54,3%), dan terbanyak pada laki-laki dengan jumlah 29 pasien dengan rasio 1,71 : 1. Insiden sindrom nefrotik pada anak di Hongkong dilaporkan 2 - 4 kasus per 100.000 anak per tahun ( Chiu and Yap, 2005 ). Insiden sindrom nefrotik pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2 - 4 kasus baru per 100.000 anak per tahun. Di negara berkembang, insidennya lebih tinggi. Dilaporkan, insiden sindrom nefrotik pada anak di Indonesia adalah 6 kasus per 100.000 anak per tahun ( http://one.indoskripsi.com ).

Kegawatan yang dapat muncul akibat sindrom nefrotik adalah infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia, shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat ( < 1 gram / 100ml ) yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock, trombosis vaskuler / trombosis vena : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi peninggian fibrinogen plasma, komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal, peritonitis ( berhubungan dengan asites ).

Dengan adanya insiden yang terjadi, maka peran dan fungsi perawat sangat penting untuk mengatasi masalah tersebut terutama dalam aspek promotif dan preventif dengan memberikan pendidikan kesehatan tentang upaya pencegahan penyakit sindrome nefprotif yaitu menyarankan Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindar makanan yang diasinkan. Diet tinggi protein. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik, biasanya furosemid. Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid, selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat. Cegah infeksi, antibiotik hanya dapat diberikan bila ada infeksi. Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital ( Arif Mansjoer, 2000 ). Peran perawat juga penting dalam aspek kuratif yaitu memberikan terapi sesuai dengan indikasi dokter dan dalam aspek rehabilitatif yaitu melakukan perawatan selama di rumah sakit dan melibatkan orang tua atau keluarga.

SINDROM NEFROTIK
I. Konsep Dasar
A. Pengertian
Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif ( Donna L. Wong, 2004 ).

Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema ( Suriadi dan Rita Yuliani, 2001 ).

Sindrom Nefrotik merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria massif ( lebih dari 50 mg / kgBB / 24 jam ), hipoalbuminemia ( kurang dari 2,5 gram / 100 ml ) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia.

Berdasarkan pengertian diatas maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa Sindrom Nefrotik pada anak merupakan kumpulan gejala yang terjadi pada anak dengan karakteristik proteinuria massif hipoalbuminemia, hiperlipidemia yang disertai atau tidak disertai edema dan hiperkolestrolemia.

B. Etiologi
Sebab pasti belum diketahui. Umunya dibagi menjadi :
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh parasit malaria, penyakit kolagen, glomerulonefritis akut, glomerulonefrits kronik, trombosis vena renalis, bahan kimia ( trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, raksa ), amiloidosis, dan lain-lain.
3. Sindrom nefrotik idiopatik ( tidak diketahui penyebabnya ), ( Arif Mansjoer, 2000 : 488 ).

C. Patofisiologi
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke dalam interstitial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi.
Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin – angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon ( ADH ) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi kalium dan air. Dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan edema.
Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik plasma.
Adanya hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipopprtein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam urin ( lipiduria ).
Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng. ( Suriadi dan Rita yuliani, 2001 : 217 ).

D. Manifestasi klinik
1. Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari bentuk ringan sampai berat ( anasarka ). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan ( pitting ), dan umumnya ditemukan disekitar mata ( periorbital ) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan ekstermitas bawah.
2. Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa.
3. Pucat.
4. Hematuri.
5. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
6. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya terjadi.
7. Gagal tumbuh dan pelisutan otot ( jangka panjang ), ( Betz, Cecily L. 2002 : 335 ).

E. Komplikasi
1. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia.
2. Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat ( < 1 gram / 100ml ) yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
3. Trombosis vaskuler / trombosis vena : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi peninggian fibrinogen plasma.
4. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
5. Peritonitis ( berhubungan dengan asites ).

F. Pemeriksaan diagnostic
1. Uji urine
a. Protein urin : meningkat.
b. Urinalisis : cast hialin dan granular, hematuria.
c. Dipstick urin : positif untuk protein dan darah.
d. Berat jenis urin : meningkat.
2. Uji darah
a. Albumin serum : menurun.
b. Kolesterol serum : meningkat.
c. Hemoglobin dan hematokrit : meningkat ( hemokonsetrasi ).
d. Laju endap darah ( LED ) : meningkat.
e. Elektrolit serum : bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan.
3. Uji diagnostic
Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin ( Betz, Cecily L, 2002 ).

G. Penatalaksanaan Medik
1. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindar makanan yang diasinkan. Diet protein 2 – 3 gram / kgBB / hari.
2. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik, biasanya furosemid 1 mg / kgBB / hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid ( 25 – 50 mg / hari ), selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat.
3. Pengobatan kortikosteroid yang diajukan Internasional Coopertive Study of Kidney Disease in Children ( ISKDC ), sebagai berikut :
a. Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg / hari luas permukaan badan ( 1bp ) dengan maksimum 80 mg / hari.
b. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg / hari / 1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg / hari. Bila terdapat respon selama pengobatan, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu.
4. Cegah infeksi. Antibiotik hanya dapat diberikan bila ada infeksi.
5. Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital
( Arif Mansjoer, 2000 ).

H. Konsep Tumbuh Kembang Anak Prasekolah
Secara ilmiah, setiap individu hidup akan melalui tahapan pertumbuhan dan perkembangan, yaitu sejak masa embrio sampai akhir hayatnya mengalami perkembangan. Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan anak bervariasi dari satu anak dengan anak lainnya bergantung pada beberapa hal yang mempengaruhinya, sedangkan pendekatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan sangat bergantung pada tahapan perkembangan mana yang sedang dilalui anak pada saat itu.

Setiap individu berbeda dalam proses pertumbuhan dan perkembangan karena pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh beberapa factor baik secara herediter maupun lingkunagan ( Wong, 2000 ). Terdapat berbagai pandangan teori pertumbuhan dan perkembangan anak.
1. Perkembangan Psikoseksual ( Freud )
Fase falik ( 3 – 6 tahun ) selama fase ini, genitalia menjadi area yang menarik dan area tubuh yang sensitif. Anak mulai mempelajari adanya perbedaan jenis kelamin perempuan dan laki – laki dengan mengetahui adanya perbedaan jenis kelamin. Sering kali anak sangat penasaran dengan pertanyaan yang diajukannya berkaitan dengan perbedaan ini. Orang tua harus bijak dalam memberi penjelasan tentang hal ini sesuai dengan kemampuan perkembangan kognitifnya agar anak mendapatkan pemahaman yang benar. Selain itu, untuk memahami identitas gender, anak sering meniru ibu dan bapaknya, misalnya dengan menggunakan pakaian ayah dan ibu. Secara, psikologis pada fase ini mulai berkembang superego, yaitu anak mulai berkurang sifat egosentris. 

2. Perkembangan Psikososial ( Erikson )
Inisiatif versus rasa bersalah ( 3 – 6tahun ) perkembangan inisiatif diperoleh dengan cara mengkaji lingkungan melalui kemampuan indranya. Anak mengembangkan keinginan dengan cara eksplorasi terhadap apa yang ada disekelilingnya. Hasil akhir yang diperoleh adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu sebagai prestasinya. Perasaan bersalah akan timbul pada anak apabila anak tidak mampu berprestasi sehingga merasa tidak puas atas perkembangan yang tidak tercapai.

3. Perkembanagan Kognitif ( Piaget )
Praoperasional ( 3 – 6 Tahun ) karakteristik utama perkembangan intelektual pada tahapan praoperasional didasari oleh sifat egosentris. Ketidakmampuan untuk menempatkan diri. Pemikiran didominasi oleh apa yang mereka lihat dan rasakan dengan pengalaman lainnya. Pada anak usia 2 – 3 tahun, anak berada diantara sensori – motori dan praoperasional, yaitu anak mulai mengembangkan sebab akibat, trial and error, dan menginterpretasi benda atau kejadian. Anak prasekolah ( 3 – 6 tahun ) mempunyai tugas untuk menyiapkan diri memasuki dunia sekolah.

Anak prasekolah berada pada fase peralihan antara preconceptual dan intuitive thought. Pada fase preconceptual, anak sering menggunakan satu istilah untuk beberapa orang yang mempunyai ciri yang sama, misalnya menyebut nenek untuk setiap wanita tua, sudah bongkok, dan memakai tongkat. Sedangkan pada fase intuitive thought, anak sudah bisa memberi alasan pada tindakan yang dilakukannya. Satu hal yang harus di ingat bahwa anak prasekolah berasumsi bahwa orang lain berpikirseperti mereka sehingga perlu menggali pengertian mereka dengan pendekatan nonverbal.

I. Konsep Hospitalisasi Anak Usia Prasekolah
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali kerumah.
1. Reaksi anak terhadap hospitalisasi
Masa prasekolah ( 3 – 6 tahun ) perawatan anak dirumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari lingkunagan yang dirasakan aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan yaitu lingkungan rumah, permainan dan teman sepermainannya. Reaksi trerhadap perpisahan yang ditunjukan anak usia prasekolah adalah dengan menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun secara perlahan dan tidak kooperatif terhadap pertugas kesehatan. Perawatan dirumah sakit juga membuat anak kehilangan control terhadap dirinya. Perawatan di rumah sakit mengharuskan adanya pembatasan aktivitas anakingga anak merasa kehilangan kekuatan diri. Perawatan dirumah sakit sering kali dipersepsikan anak prasekolah sebagai hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah atau takut. Ketakutan anak terhadap perlukaan muncul karena anak menganggap tindakan dan prosedurnya mengancam integritas tubuhnya. Oleh karena itu, hal ini menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan kata – kata marah, tidak mau berkerja sama dengan perawat dan ketergantungan pada orang tua.

2. Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi anak 
Perawatan anak di rumah sakit tidak hanya menimbulkan masalah bagi anak tetapi juga bagi orang tua. Reaksi orang tua terhadap perawatan anak di rumah sakit dan latarbelakang yang menyebabkannya, yaitu :
a. Perasaan cemas dan takut.
Perasaan tersebut akan muncul pada saat orang tua mendapat prosedur menyakitkan, seperti pengambilan darah, injeksi, infuse dan prosedur invasive lainnya.
b. Perasaan sedih
Perasaan ini muncul terutama pada saat anak dalam kondisi terminal dan orang tua mengetahui tidak ada lagi harapan anaknya untuk sembuh.
c. Perasaan frustrasi
Pada kondisi anak yang telah dirawat cukup lama dan dirasakan tidak mengalami perubahan serta tidak adekuatnya dukungan psikologis yang diterima orang tua baik dari keluarga maupun kerabat lainnya maka orang tua akan merasa putus asa, bahkan frustrasi.

3. Reaksi Saudara Kandung Terhadap Perawatan Anak Di Rumah Sakit
Reaksi yang sering muncul pada saudara kandung ( Sibling ) terhadap kondisi ini adalah marah, cemburu, benci, takut, cemas dan rasa bersalah. Rasa bersalah muncul karena jengkel tehadap orang tua yang dinilai tidak memperhatikannya. Cemburu atau iri timbul karena dirasakan orang tuanya lebih mementingkan saudaranya yang sedang ada dirumah sakit, dan ia tidak dapat memahami kondisi ini dengan baik. Perasaan benci juga timbul tidak hanya pada saudaranya tetapi juga pada situasi yang dinilainya sangat tidak menyenagankan. Selain perasaan tersebut, rasa bersalah, takut dan bcemas juga dapat muncul karena anak berpikir mungkin saudaranya sakit akibat kesalahannya serta perasaan cemas dan takut tentang keberadaan saudaranya yang sedang dirawat yang sering kali muncul karena ketidaktahuan tentang kondisi saudaranya. Perasaan sepi dan sendiri muncul karena situasi dirumah yang dirasakan tidak seperti biasanya ketika anggota keluarga lengkap berada di rumah, dalam situasi penuh kehangatan, bercengkerama dengan orang tua dan saudaranya.
II. Asuhan Keperawatan Anak Dengan Sindrome Nefrotik
Asuhan Keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah dan memulihkan kesehatan. Proses Keperawatan merupakan susunan metode pemecahan masalah yang meliputi pengkajian keperawatan, identifikasi / analisa maslah ( diagnosa keperawatan ), perencanaan, implementasi dan evaluasi yang masing-masing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan keterampilan profesional tenaga keperawatan ( Hidayat, 2004 ).

A. Pengkajian.
Pengkajian merupakan langkah awal dari tahapan proses keperawatan. Dalam mengkaji, harus memperhatikan data dasar pasien. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian.

Pengkajian yang perlu dilakukan pada klien anak dengan sindrom nefrotik ( Donna L. Wong,2000 ) sebagai berikut :
1. Lakukan pengkajian fisik termasuk pengkajian luasnya edema.
2. Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat, terutama yang berhubungan dengan penambahan berat badan saat ini, disfungsi ginjal.
3. Observasi adanya manifestasi sindrom nefrotik :
a. Penambahan berat badan.
b. Edema.
c. Wajah sembab : Khususnya di sekitar mata, timbul pada saat bangun pagi, berkurang di siang hari.
4. Pembengkakan abdomen ( asites ).
5. Kesulitan pernafasan ( efusi pleura ).
6. Pembengkakan labial ( scrotal ).
7. Edema mukosa usus yang menyebabkan :
a. Diare
b. Anoreksia
c. Absorbsi usus buruk
8. Pucat kulit ekstrim ( sering ).
9. Peka rangsang.
10. Mudah lelah.
11. Letargi.
12. Tekanan darah normal atau sedikit menurun.
13. Kerentanan terhadap infeksi.
14. Perubahan urin :
a. Penurunan volume.
b. Gelap.
c. Berbau buah.
d. Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian, misalnya analisa urine akan adanya protein, silinder dan sel darah merah; analisa darah untuk protein serum ( total, perbandingan albumin/globulin, kolesterol ), jumlah darah merah, natrium serum.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan edema dan menurunnya sirkulasi.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan terapi immunosuppressive dan hilangnya gama globulin.
3. Resiko kurangnya volume cairan ( intravaskuler ) berhubungan dengan proteinuria, edema dan efek diuretic.
4. Resiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi sodium dan air.
5. Kecemasan pada anak atau keluarga berhubungan dengan hospitalisasi pada anak.
6. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi.
7. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penyakit.
8. Defisit pengetahuan berhubungan dengan perawatan dirumah.
9. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan.
10. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan.

C. Intervensi Keperawatan
Dx. 1 : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan edema, imobilitas dan menurunnya sirkulasi.
Tujuan : meningkatkan integritas kulit.
Intervensi :
1. Mengatur atau merubah posisi setiap 2 jam atau seuai kondisi.
2. Pertahankan kebersihan tubuh anak setiap hari dan pengalas tempat tidur.
3. Gunakan lation bila kulit kering.
4. Kaji area kulit : kemerahan, tenderness dan lecet.
5. Support daerah yang edema dengan bantal.
6. Lakukan aktivitas fisik sesuai dengan kondisi dan anak. 

Dx. 2 : Resiko infeksi berhubungan dengan terapi immunosuppressive dan hilangnya gama globulin.
Tujuan : mencegah infeksi.
Intervensi :
1. Kaji tanda – tanda infeksi saluran nafas atas.
2. Kaji bunyi nafas.
3. Mencuci tangan setiap akan kontak pada anak.
4. Monitor tanda – tanda vital sesuai indikasi.
5. Memonitor pemeriksaan laboratorium.
6. Pemberian antibiotic sesuai program. 

Dx. 3 : Resiko kurangnya volume cairan ( intravaskuler ) berhubungan dengan proteinuria, edema dan efek diuretic.
Tujuan : meningkatkan hidrasi secara adekuat.
Intervensi :
1. Monitor tanda – tanda vital.
2. Monitor intake dan output dan catat pada anakkurang dari ml / kg / jam.
3. Kaji membran mukosa dan elastisitasturgor kulit.
4. Kaji pengisian kapiler ( capillary refill ).
5. Monitor pemeriksaan laboratorium : elektrolit.

Dx. 4 : Resiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi sodium dan air.
Tujuan : mencegah cairan overload.
Intervensi :
1. Monitor intake dan output setiap pergantian dan timbang berat badan setiap hari.
2. Pembatasan sodium.
3. Ukur dan catat ukuran lingkaran abdomen.
4. Monitor tekanan darah.
5. Kaji status pernafasan termasuk bunyi nafas.
6. Pemberian antidiuretik sesuaiprogram.

Dx. 5 : Kecemasan pada anak atau keluarga berhubungan dengan hospitalisasi pada anak.
Tujuan : mengurangi kecemasan pada anak dan orang tua.
Intervensi :
1. Anjurka orang tua dan anak untuk mengekspresikan rasa takut dan cemas.
2. Berikan penjelasan tentang nefrotik syndrome perawatan dan pengobatannya.
3. Ajarkan pada orang tua untuk membantu perawatan pada anaknya.
4. Berikan aktivitas bermain yang sesuai dengan kondisi dan anak. 

Dx. 6 : Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi.
Tujuan : anak dapat mempertahankan perfusi jarinagn yang normal.
Intervensi :
1. Pantau tekanan darah anak setiap 4 jam.
2. Lakukan kewaspadaan serangan kejang berikut :
a. Pertahankan jalan nafas melalui mulut dan persiapkan peralatan pengisap dekat sisi tempat tidur anak.
b. Sematkan tanda di atas tempat tidur anak dan di pintu kamar, yang berisi peringatan untuk semua petugas kesehatan tentang status kejang demam.
c. Catat status kejang anak pada catatan anak.
3. Beri obat – obatan antihipertensi sesuai program. 

Dx. 7 : Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penyakit.
Tujuan : Anak mengalami peningkatan asupan nutrisi.
Intervensi :
1. Tawarkan anak makanan porsi kecil, tetapi frekuensi sering.
2. Beri anak beberapa makanan kesukaan, namun tetap dalam restriksi diet.

Dx. 8 : Defisit pengetahuan berhubungan dengan perawatan dirumah.
Tujuan : orang tua mengungkapkan pemahaman tentang instruksi perawatan di rumah.
Intervensi :
1. Kaji pemahaman orang tua dan anak tentang penyakit dan terapi yang diprogramkan.
2. Ajarkan orang tua pentingnya mempertahankan anak pada diet rendah natrium.
3. Nasihati orang tua bahwa anak mungkin mengalami perubahan suasana hati dan peningkatan iritabilitas. Pastikan mereka memahami bahwa hal ini normal, tyetapi nasihat mereka untuk tidak memberikan anak menjadi manipulative.
4. Instruksikan orang tua untuk tidak membatasi aktivitas anak kecuali anak sangat lelah.
5. Ajarkan orang tua cara menguji urine anak untuk kandungan protein didalamnya.

Dx. 9 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan.
Tujuan : anak melakukan aktivitas yang sesuai dengan aktivitas.
Intervensi :
1. pertahankan tirah baring awal bila terjadi edema hebat.
2. seimbangkan istirahat dan aktivitas bila ambulasi.
3. rencanakan dan beri aktivitas tenang.
4. instruksikan anak untuk istirahat bila anak mulai merasa lelah.
5. berikan periode tanpa gangguan.

Dx. 10 : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan.
Tujuan : anak mendiskusikan perasaan dan masalah. Anak mengikuti aktivitas yang sesuai dengan minat dan kemampuan.
Intervensi :
1. Gali perasaan dan masalah mengenai penampilan untuk memudahkan koping.
2. Tunjukan aspek positif dari penampilan dan bukti penurunan edema.
3. Jelaskan pada anak dan orang tua bahwa gejala yang berhubungan dengan terapi steroid akan berkurang bila obat dihentikan.
4. Dorong aktivitas dalam batas toleransi.
5. Dorong sosialisasi dengan individu tanpa infeksi aktif.
6. Berikan umpan balik positif sehingga anak merasa diterima.
7. gali area minat dan dorong kelanjutannya. 

D. Perencanaan Pulang Dan Perawatan Di Rumah
Berikan pada anak dan orang tua instruksi lisan dan tulisan yang sesuai dengan perkembangan mengenai penatalaksanaan di rumah dari hal – hal berikut :
1. Proses penyakit ( termasuk perkiraan perkembangan klinis dan gejala kambuhan ).
2. Pengobatan ( dosis, rute, jadwal, efek samping, dan komplikasi ).
3. Perawatan kulit.
4. Nutrisi.
5. Pencegahan infeksi.
6. Pembatasan aktivitas.
7. Pemeriksaan tindak lanjut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar