Kamis, 15 Desember 2011

it's aLL about Acute Renal Failure (ARF) / Gagal Ginjal

Gagal ginjal atau Acute renal failure (ARF) dapat diartikan sebagai penurunan cepat/tiba-tiba atau parah pada fungsi filtrasi ginjal. Kondisi ini biasanya ditandai oleh peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau azotemia atau peningkatan konsentrasi BUN ( Blood Urea Nitrogen). Akan tetapi biasanya segera setelah cedera ginjal terjadi, tingkat konsentrasi BUN kembali normal, sehingga yang menjadi patokan adanya kerusakan ginjal adalah penurunan produksi urin. 

Penyakit gagal ginjal ini dapat menyerang siapa saja yang menderita penyakit serius atau terluka dimana hal itu berdampak langsung pada ginjal itu sendiri. Penyakit gagal ginjal lebih sering dialamai mereka yang berusia dewasa, terlebih pada kaum lanjut usia. 

Angka kematian di AS akibat gagal ginjal akut berkisar antara 20-90%. Kematian di dalam RS 40-50% dan di ICU sebesar 70-89%. Kenaikan 0,3 mg/dL kreatinin serum merupakan prognostik penting yang signifikan. 

Peningkatan kadar kreatinin juga bisa disebabkan oleh obat-obatan (misalnya cimetidin dan trimehoprim) yang menghambat sekresi tubular ginjal. Peningkatan tingkat BUN juga dapat terjadi tanpa disertai kerusakan ginjal, seperti pada perdarahan mukosa atau saluran pencernaan, penggunaan steroid, pemasukan protein. Oleh karena itu diperlukan pengkajian yang hati-hati dalam menentukan apakah seseorang terkena kerusakan ginjal atau tidak.

A. Definisi 

Gagal ginjal akut atau ( Acute Renal Failure ) adalah sekumpulan gejala yang mengakibatkan disfungsi ginjal secara mendadak. 

Gagal ginjal akut ( GGA ) adalah suatu keadaan fisiologik dan klinik yang ditandai dengan pengurangan tiba-tiba glomerular filtration rate ( GFR ) dan perubahan kemampuan fungsional ginjal untuk mempertahankan eksresi air yang cukup untuk keseimbangan dalam tubuh. Atau sindroma klinis akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi yang nyata dan cepat serta terjadinya azotemia. ( Davidson 1984 ). 

Gagal ginjal akut adalah penurunan laju filtrasi glomerulus secara tiba-tiba, sering kali dengan oliguri, peningkatan kadar urea dan kreatinin darah, serta asidosis metabolic dan hiperkalemia. ( D. Thomson 1992 : 91 ). 

Sedangkan Gagal ginjal kronis atau ( Chronic Renal Failure ) adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia ( urea dan limbah nitrogen yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialysis atau transplantasi ginjal. 

Penyakit gagal ginjal kronis bersifat progresif dan irreversible dimana terjadi uremia karena kegagalan tubuh untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan serta elektrolit ( Smeltzer C, Suzanne, 2002 hal 1448 ). 

Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir ( ESRD ) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit. Gagal ginjal kronis terjadi dengan lambat selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dengan penurunan bertahap dengan fungsi ginjal dan peningkatan bertahap dalam gejala-gejala, menyebabkan penyakit ginjal tahap akhir ( PGTA ). Gagal ginjal kronis biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat. Azotemia adalah peningkatan nitrogen urea darah ( BUN ) dan ditegakkan bila konsentrasi ureum plasma meningkat. Gagal ginjal kronis ini merupakan penyakit ginjal tahap akhir. 

B. Etiologi
Gagal ginjal akut antara lain : 
1. Penyebab pre renal atau terjadi hipoperfusi ginjal 
a. Dimana aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya laju filtrasi glomerulus. 
b. Penurunan volume vaskuler 
c. Kehilangan darah/plasma : perdarahan luka baker 
d. Kehilangan cairan ekstraselluer : muntah,diare 
e. Kenaikan kapasitas kapiler : Sepsis, Blokade ganglion, Reaksi anafilaksis 
f. Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung : Renjatan kardiogenik,Payah jantung kongestif, Dysritmia, Emboli paru, Infark jantung. 

2. Penyebab internal kerusakan actual jaringan ginjal akibat trauma jaringan gromerulus atau tubulus ginjal. 
a. Akibat dari kerusakan struktur glomerulus atau tubulus distal. 
b. Kondisi seperti terbakar,udema akibat benturan dan infeksi dan agen nefrotik dapat menyebabkan nekrosi tubulus akut (ATN) 
c. Berhentinya fungsi renal. 
d. Reaksi transfusi yang parah juga gagal intra renal.hemoglobin dilepaskan melalui mekanisme hemolisis melewati membran glomerulus dan terkonsentrasi ditubulus distal menjadi faktor terbentuknya hemoglobin. 
e. Faktor penyebab adalah : pemakaian obat-obat anti inflamasi, non steroid terutama pada pasien lansia. 

3. Penyebab postrenal terjadi akibat sumbatan atau gangguan aliran urine melalui saluran kemih. 
a. Obstruksi dibagian distal ginjal. 
b. Tekanan ditubulus distal menurun, akhirnya laju filtrasi glomerulus meningkat. 

Gagal ginjal kronis antara lain : 
1. Infeksi saluran kemih ( pielonefritis kronis ). 
2. Penyakit peradangan ( glomerulonefritis ). 
3. Penyakit vaskuler hipertensif ( nefrosklerosis, stenosis arteri renalis ). 
4. Gangguan jaringan penyambung ( SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik ). 
5. Penyakit kongenital dan herediter ( penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal ). 
6. Penyakit metabolik ( DM, gout, hiperparatiroidisme ). 
7. Nefropati toksik 
8. Nefropati obstruktif ( batu saluran kemih ). 

C. Manifestasi Klinis 
1. Gastrointestinal : Ulserasi saluran pencernaan dan perdarahan. 
2. Kardiovaskular : hipertensi, p[erubahan elektrokardiografi atau EKG, perikarditis, efusi pericardium, dan tamponade pericardium. 
3. Respirasi : Edema paru, efusi pleura, pleuritis 
4. Neuromuscular : Lemah, gangguan tidur, sakit kepala, letargi, gangguan muscular, neuropati perifer, bingung, dan koma. 
5. Metabolic / Endokrin : Inti glukosa, hiperlipidemia, gangguan hormone seks menyebabkan penurunan libido, impoten, dan amnehorhoe ( wanita ). 
6. Cairan dan elektrolit : gangguan asam basa menyebabkan kehilangan sodium sehingga terjadi dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipermagsemia, dan hipokalsemia. 
7. Dermatologi : pucat, hiperpigmentasi, pluritis, eksimosis, dan uremia frost. 
8. Abnormal skeletal : osteodistrofi ginjal menyebabkan osteomalasia. 
9. Hematologi : anemia, defek kualitas flatelat dan perdarahan meningkat. 
10. Fungsi psikososial : perubahan kepribadian dan perilaku serta gangguan proses kognitif. 

D. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis menurut (Smeltzer & Bare, 2001) antara lain : 
1. Hiperkalemia 
2. Perikarditis 
3. Hipertensi 
4. Anemia 
5. Penyakit tulang 
6. Efusi pericardial 
7. Tamponade jantung 

E. Pemeriksaan Penunjang 
1. Laboratorium darah : 
BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin) 

2. Pemeriksaan Urin 
Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT. 

3. Pemeriksaan EKG 
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia). 

4. Pemeriksaan USG 
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat. 

5. Pemeriksaan Radiologi 
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen. 

F. Penatalaksanaan 
Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal meliputi : 
1. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat. 
2. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida untuk terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi anemia. 
3. Transplantasi ginjal 
4. Dialisis 
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis memperbaiki abnormalitas biokimia ; menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas ; menghilangkan kecendurungan perdarahan ; dan membantu penyembuhan luka. 
5. Penanganan hiperkalemia 
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal akut ; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum ( nilai kalium > 5.5 mEq/L ; SI : 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Pningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriren sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau melalui retensi enema. 
6. Mempertahankan keseimbangan cairan 
Penatalaksanaan keseimbanagan cairan didasarkan pada berat badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis pasien. Masukkan dan haluaran oral dan parentral dari urine, drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantia cairan. 

ASUHAN KEPERAWATAN 

A. Pengkajian keperawatan 
1. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan sebelumnya. 
Berapa lama klien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya. 

2. Aktifitas / istirahat. 
Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur (insomnia / gelisah atau somnolen), kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak 

3. Sirkulasi 
Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada (angina)
Hipertensi, DUJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak tangan. Nadi lemah, hipotensi ortostatikmenunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir. Pucat, kulit coklat kehijauan, kuning. Kecenderungan perdarahan. 

4. Integritas Ego. 
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian. 

5. Eliminasi 
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut) Abdomen kembung, diare, atau konstipasi, perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, oliguria. 

6. Makanan / cairan 
Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi). Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernapasan amonia). Penggunaan diuretic, distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir), perubahan turgor kulit/kelembaban. Ulserasi gusi, pendarahan gusi/lidah. 

7. Neurosensori 
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot / kejang, syndrome “kaki gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremiras bawah, gangguan status mental, contah penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor. Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis. 

8. Nyeri / kenyamanan 
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri kaki, perilaku berhati-hati / distraksi, gelisah. 

9. Pernapasan 
Napas pendek, dispnea, batuk dengan / tanpa sputum kental dan banyak. Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman. Batuk dengan sputum encer (edema paru). 

10. Keamanan 
Kulit gatal, ada / berulangnya infeksi, pruritis, demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara aktual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal. Ptekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi. 

11. Seksualitas 
Penurunan libido, amenorea, infertilitas 

12. Interaksi social 
Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga. 

13. Penyuluhan / Pembelajaran 
Riwayat DM (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis heredeter, kalkulus urenaria, maliganansi. Riwayat terpejan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan. Penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini / berulang. 

B. Diagnosa keperawatan 
Pada gagal ginjal akut 
1. Kelebihan volume cairan b.d penurunan nilai filtrasi glomerulus dan retensi sodium ditandai dengan : 
DS : Penambahan berat badan dalam waktu yang singkat dan asupan lebih banyak dari pada pengeluaran. 
DO : Perubahan TD ; perubahan tekanan arteri ; peningkatan tekanan vena pusat, edema anasarka, distensi vena jugularis; perubahan pola napas ; dispnue, bunyi napas abnormal ( relese ) ; kongesti pulmonal ; penurunan HB; penurunan HT ; peningkatan elekrolit; perubahan gravitasi yang spesifik; bunyi jantung S3 ; reflex hepatojugular (+); dan perubahana status mental. 

2. Resiko infeksi b.d gangguan system imun dan pertahanan tubuh ditandai dengan : 
DS : Melaporkan demam. 
DO : Demam, kenaikan suhu tubuh, data lab abnormal dan tanda vital abnormal. 

3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d katabolic,anoreksia, mal nutrisi yang berhubungan dengan gagal ginjal yang ditandai dengan : 
DS : Melaporkan mual, muntah, dan hilangnya nafsu makan 
DO: BB 20% kurang dari BB ideal, kongjungtiva dan membrane pucat serta tidak mampu mencerna makanan. 

4. Resiko trauma b.d pendarahan gastrointestinal yang ditandai dengan : 
DS : Melaporkan muntah, atau BAB berdarah dan kotoran ( feses ) berwarna hitam. 
DO : Melena ( +) , hematemesisi (+), abnormal HB dan lemah.

5. Gangguan ingatan b.d efek toksin pada SSP, yang ditandai dengan : 
DS : Melaporkan lupa 
DO : Tidak mampu mengingat informasi, tidak mamppu meningat peristiwa baru, tidak mampu belajar atau menguasai keterampilan, tidak mampu melakukan kegiatan sesuai jadwal, tidak mampu mengenal intervensi yang akan dilaksanakan, tidak mampu melakukan keterampilan baru dan lupa. 

Pada gagal ginjal kronis 
1. Kelebihan volume cairan b.d peningkatan proses penyakit ditandai dengan : 
DS : BB bertambah 
DO : Penambahan BB, asupan cairan lebih banyak dari pada pengeluaran, perubahan tekanan darah, pucat, edema, distensi vena jugularis, dispnue, penurunan HB dan HT peningkatan elektolit, bunyi jantung S3, reflek hepatojugular (+),oliguri, perubahan status mental. 

2. Ketidakseimbangn nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual muntah, diet yang ketat yang ditandai dengan : 
DS : hilangnya napsu makan 
DO : sulit makan, mual, muntah, dan terapi diet 

3. Kerusakan integritas kulit b.d uremia dan perubahan lemak dan kelenjar keringat yang ditandai dengan : 
DS : kulit gatal-gatal 
DO : iritasi pada kulit, kulit kering, kehitaman, pucat dan edema, uremia (+) 

4. Konstipasi b.d pembatasan cairan dan ingesti agen pengikat fosfat ( fosfat- binding agent). 

5. Resiko trauma ketika dilakukan ambulasi b.d potensial fraktur dan keram otot sekunder terhadap penurunan kalsium ditandai dengan : 
DS : keram pada kaki 
DO : menahan kaki yang keram, dan hati-hati saat bergerak. 

6. Penatalaksanaan terapi yang tidak adekuat b.d tekanan terapi gagal ginjal kronis yang ditandai dengan : 
DS : kondisi lelah dan bosan melakukan pengobatan terus menerus 
DO : terapi dialysis sesuai jadwal, minum obat sesuai yang diresepkan. 

C. Intervensi keperawatan 
Pada gagal ginjal akut 
1. Kelebihan volume cairan b.d penurunan nilai filtrasi glomerulus dan retensi sodium 
Tujuan : Terpenuhi kebutuhan cairan dan keseimbangan elektrolit 
Intervensi : 
a. Monitor tanda dan gejala hipovolemia aatu hipervolemia kareana kemampuan regulasi ginjal tidak adekuat 
b. Monitor pengeluaran dan BJ urine, ukur dan catat asupan serta pengeluran urine, penghisapan caioran lambung, feses, drainase luka, dan penguapan ( melalui keringat, kulit, dan pernapasan). 
c. Monitor serum dan kosentrasi elektrolit urine. 
d. Ukur BB pasien setiap hari untuk membentuk indeks keseimbangan cairan, perkirakan kehilangan BB 2,5-0,5 kg setiap hari. 
e. Nilai asupan cairan untuk menghindari kelebihan volume cairan dan dehidrasi ( pembatasan cairan tidak selalu merupakan indikasi sampai funsi renal sangat menurun, berikan cairan hanya cukup untuk mengganti kehilangan selama fase oligurianuria / biasanya 400 - 500 ml / 24jam, kebutuhan cairan seharusnya didistribusi setiap hari, hindari pembatasan cairan dalam waktu yang lama ). 
f. Ukur tekanan darah dalam waktu yang berbeda setiap hari. 
g. Auskultasi permukana paru untuk mengetahui bunyi relase. 
h. Inspeksi vena leher ( pembesaran ). 
i. Inspeksi edema ekstremitas,abdomen, dan bola mata. 
j. Evaluasi tanda dan gejala hiperkapnia dan monitor nilai protasium ( jika nilai 5,5 mg /L, segera lapor dokter lalu amati perubahan ECG). 
k. Berikan sodium bikarbonat atau glukosa dan insulin untuk menggan protasiun kedalam sel. 
l. Berikan kation pengganti resime ( sodium,polystiren sulfonate{kayekselate}) untuk kopreksi kelebihan potassium dalam waktu lama. 
m. Amati kardiak aritmia dan gagal jantung kongestif akibat hiperkalemia, ketidakseimbangan elektrolit atau kelebihan cairan. Siapkan alat resusitasi untuk mengatasi kardiak ares. 
n. Anjurkan kepada pasien mengenai pentingnya mengikuti pengobatan,diet dan hindari konsumsi tinggi potassium. 
o. Lakukan transfuse darah selama dialysis untuk membuang potassium. 
p. Monitor normalitas keseimbangan asam basa dan monitor gas darah arteri (AGD ). 
q. Siapkan terapi ventilator jika terjadi asidosis atau masalah pernapasan. 
r. Berikan sodium bikarbonat untuk mengatasi gejala asidosis ( defisit bikarbonat ). 

2. Resiko infeksi b.d gangguan system imun dan pertahanan tubuh 
Tujuan : Pencegahan infeksi 
Intervensi : 
a. Monitor semua tanda infeksi. Perlu dicatat bahwa pasien gagal ginjal tidak selalu menunjukan demam dan leukositosis. 
b. Angkat kateter urine sesegera mungkin, monitor infeksi saluran kemih. 
c. Gunakan perawatan higiene pulmonary secara intensif terhadap edema paru dan infeksi 
d. Lakukan perawatan luka dan kulit 
e. Jika ingin memberikan antibiotic, sebaiknya berikan sesuai dosis derajat kerusakan ginjal. 

3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d katabolic,anoreksia, mal nutrisi yang berhubungan dengan gagal ginjal 
Tujuan : Tercukupinya kebutuhan nutrisi 
Intervensi : 
a. Bekerjasama denagan ahli gizi untuk mengatur asupan protein sesuai kerusakan fungsi ginjal sebab metabolic yang diakumulasi didalam darah biasanya berasal dari katabolisme, sehingga protein harus tinggi nilai biologi yang kaya sam amino esensial ( makanan kering, telur, daging ) agar pasien tidak mengalami katabolisme jaringan bagi asamamino esensial. 
b. Diet rendah protein harus digabung dengan asam amino esensial dan vitamin. Pasien dengan kerusakan ginjal membutuhkan pembatasan protein. 
c. Protein akan ditingkatkan jika pasien mengikuti programdialisis untuk memungkinkan penuranan asam amino selama dialisis. 
d. Berikan makanan tinggi karbohidrat sebab karbohidrat memiliki fungsi memecah tepung dan berikan kalori tambahan lainnya. 
e. Ukur berat badan setiap hari. 
f. Monitor BUN, kreatinin, elektrolit, serum albumin total protein dan transferin. 
g. Ingat bahwa makanan dan cairan mengandung banyak sodium, potasium dan fosfat ( perlu dibatasi ). 
h. Siapkan hiperalimentasi ketika nutrisi yang adekuat tidak diberikan melalui seluruh pencernaan makanan. 

4. Resiko trauma b.d pendarahan gastrointestinal. 
Tujuan : pencegahan pendarahan gastrointestinal. 
Intervensi : 
a. Periksa semua feses dan muntahan untuk melihat adanya perdarahan. 
b. Berikan H2 reseptor antagonis seperti cimetidine ( tagamet ), rantidine ( zantac ) atau antasida seperti pencegahan ulcer stres lambung. Jika H2 reseptor antagonis digunakan,perawatan harus dilakukan untuk menilai dosis bagi derajat kerusakan ginjal. 
c. Siapkan endoskopi ketika terjadi perdarahan gastrointestinal. 

5. Gangguan ingatan b.d efek toksin pada SSP. 
Tujuan : penanganan fungsi sistem saraf. 
Intervensi : 
a. Komunikasi dengan pasien. 
b. Atur hal yang dapat diprediksi secra teratur dan jaga perubahan secara minimal. 
c. Amati dan laporkan perubahan status mental, somnolen, latargi, kelemahan, iritabiitas, kekacauan dan penurunan tingkat kesadaran secara mendadak. 
d. Koreksi gangguan kognitif. 
e. Gunakan intervensi keperawatan penurunan tingkat kesadaran dengan memasang pagar tempat tidur, pernapasan, pengisapan dan persiapkan peralatan disamping pasien. 
f. Bantu pasien berbalik dan bergerak, karena latargi dan penurunan tingkat kesadaran mencegah aktivitas. 
g. Gunakan musik untuk relaksasi. 
h. Siapkan dialisis untuk mencegah komplikasi sistem saraf. 

Pada Gagal Ginjal Kronis 
1. Kelebihan volume cairan b.d peningkatan proses penyakit. 
2. Ketidakseimbangn nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual muntah, diet yang ketat. 
3. Kerusakan integritas kulit b.d uremia dan perubahan lemak dan kelenjar keringat. 
Tujuan : pencegahan gangguan integritas kulit. 
Intervensi : 
a. Jaga kebersihan kulit dengan mengurangi rasa gatal dan kekeringan, yaitu memakai sabun yang bersifat basa, tambahkan sodium bikarbonat dalam air mandi dan gunakan minyak mandi dalam air mandi. 
b. Gunakan krem untuk memberikan rasa nyaman dan mencegah gatal. 
c. Potong kuku untuk mencegah garukan. 
d. Jaga kebersihan dan kelembaban rambut. 
e. Berikan obat untuk mengurangi rasa gatal jika diperlukan. 

4. Konstipasi b.d pembatasan cairan dan ingesti agen pengikat fosfat ( fosfat - binding agent ). 
Tujuan : mencegah konstipasi. 
Intervensi : 
1. Hindari pemberian fosfat yang dapat menyebabkan konstipasi. 
2. Tingkatkan diet serat ( sayur dan buah karena mengandung banyak potasium ), asupan suplemen, gunakan pencahar dan tingkatkan olahraga sesuai kemampuan. 

5. Resiko trauma ketika dilakukan ambulasi b.d potensial fraktur dan keram otot sekunder terhadap penurunan kalsium. 
Tujuan : menjaga keselamatan dan aktivitas. 
Intervensi : 
a. Monitor serum kalsium dan fosfat. 
b. Amati keluhan pasien dan kekuatan otot. 
c. Berikan analgesik jika diindikasiikan. 
d. Monitor foto sinar X dan scan tulang. 
e. Tingkatkan aktivitas sesuai kemampuan. 
f. Berikan obat sesuai anjuran ( fosfat – binding, kalsium dan vitamin D ). 

6. Penatalaksanaan terapi yang tidak adekuat b.d tekanan terapi gagal ginjal kronis
Tujuan : meningkatkan pemahaman dan memerhatikan pengobatan. 
Intervensi : 
a. Persiapkan pasien untuk dialisis atau transplantasi ginjal. 
b. Beri dukungan. 
c. Kaji pemahaman pasien tentang pengobatan. 
d. Kaji alternatif untuk mengurangi efek samping pengobatan. 
e. Berikan dukungan sosial. 
f. Kontak dengan pasien mengenai perubahan perilakunya. 
g. Diskusikan pilihan dan dukungan psikoterapi untuk depresi. 
h. Dukung keputusan yang dibuat oleh pasien. 
i. Rujuk pasien dan anggota keluarga ke organisasi ginjal. 

D. Evaluasi Keperawatan 
Gagal Ginjal Akut 
1. Tekkanan darah stabil, tidak edema dan pernapasan normal. 
2. Tidak ada tanda infeksi. 
3. Asupan makanan cukup. 
4. Merasa nyaman dan dapat tidur. 

Gagal ginjal Kronis 
1. Tekanan darah stabil dan tidak ada penambahan BB. 
2. Makan – makanan rendah protein dan tinggi karbohidrat. 
3. Tidak ada kerusakan kulit dan pasien melaporkan gatal berkurang. 
4. Ambulasi tanpa jatuh. 
5. Bertanya dan membaca materi tentang dialisis.

1 komentar:

  1. Artikel yang sangat berguna dan bermanfaat untuk yang membutuhkan info penyakit ginjal. Pengobatan penyakit gagal ginjal cuci darah yang alami dan aman kini telah ada terapi yang terbukti banyak orang yang sembuh dengan menggunakan Gejala dan Penyebab utama penyakit gagal ginjal info lengkap silahkan baca artikelnya

    BalasHapus