Kamis, 15 Desember 2011

it's aLL about OSTEOMIELITIS

Tulang adalah bagian tubuh manusia yang amat penting, karena begitu besarnya fungsi tulang, antara lain tempat pembentukan sel darah, melindungi organ-organ penting, sebagai alat gerak pasif, dan lain-lain. Keabnormalan tulang akan berefek pada aktivitas kehidupan. 

Walau tulang memiliki struktur yang sangat kuat, banyak hal yang mngancam keberadaannya. Fraktur adalah patang tulang, biasanya disebabkan trauma atau tenaga fisik. Ada bermacam-macam fraktur, antara lain fraktur transversal, segmental, oblik, spiral, dan sebagainya. Selain itu, ada fraktur tertutup, ada pula fraktur terbuka. Konsep penting yang perlu diperhatikan pada fraktur terbuka adalah apakah terjadi kontaminasi oleh lingkungan pada tempat terjadinya fraktur tersebut. Pada keadaan semacam ini, maka operasi untuk irigasi, debridemen, dan pemberian antibiotika intravena mungkin diperlukan untuk mencegah terjadinya osteomielitis. Pada umumnya harus dilakukan 6 jam setelah cedera. Semakin banyak waktu yang dilewati maka kemungkinan infeksi semakin besar (Price dan Wilson, 2006).

KONSEP DASAR 

A. Definisi 
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati). Osteomeilitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. 

Beberapa ahli memberikan defenisi terhadap osteomyelitis sebagai berkut : 
1.Osteomyelitis adalah infeksi Bone marrow pada tulang-tulang panjang yang disebabkan oleh staphylococcus aureus dan kadang-kadang Haemophylus influensae (Depkes RI, 1995). 
2.Osteomyelitis adalah infeksi tulang (Carpenito, 1990). 
3.Osteomyelitis adalah suatu infeksi yang disebarkan oleh darah yang disebabkan oleh staphylococcus (Henderson, 1997) 
4.Osteomyelitis adalah influenza Bone Marow pada tulang-tulang panjang yang disebabkan oleh staphyilococcus Aureus dan kadang-kadang haemophylus influenzae, infeksi yang hampir selalu disebabkan oleh staphylococcus aureus. Tetapi juga Haemophylus influenzae, streplococcus dan organisme lain dapat juga menyebabkannya osteomyelitis adalah infeksi lain. 

B. Etiologi 
1. Staphylococcus aureus hemolitukus (koagulasi positif) sebanyak 90% dan jarang oleh streptococcus hemolitikus. 
2. Haemophylus influenzae (50%) pada anak-anak dibawah umur 4 tahun. Organisme yang lain seperti : Bakteri colli, Salmonella thyposa dan sebagainya.

C. Patofisiologi 
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis meliputi : Proteus, Pseudomonas, dan Escerichia Coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resistensi penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobik. 
Awitan Osteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut fulminan – stadium 1) dan sering berhubngan dengan penumpukan hematoma atau infeksi superficial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan. 
Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombisis pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dan nefrosis tulang sehubungan dengan penigkatan tekanan jaringan dan medula. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan membentuk abses tulang. 
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati (sequestrum) tidak mudah mencari dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronis. 

D. Klasifikasi 
Menurut kejadiannya osteomyelitis ada 2 yaitu : 
1. Osteomyelitis Primer à Kuman-kuman mencapai tulang secara langsung melalui luka. 
2. Osteomyelitis Sekunder à Adalah kuman-kuman mencapai tulang melalui aliran darah dari suatu focus primer ditempat lain (misalnya infeksi saluran nafas, genitourinaria furunkel). 

Sedangkan osteomyelitis menurut perlangsungannya dibedakan atas : 
1. Osteomyelitis akut 
a. Nyeri daerah lesi 
b. Demam, menggigil, malaise, pembesaran kelenjar limfe regional 
c. Sering ada riwayat infeksi sebelumnya atau ada luka 
d. Pembengkakan lokal 
e. Kemerahan 
f. Suhu raba hangat 
g. Gangguan fungsi 
h. Lab = anemia, leukositosis 
2. Osteomyelitis kronis 
a. Ada luka, bernanah, berbau busuk, nyeri 
b. Gejala-gejala umum tidak ada 
c. Gangguan fungsi kadang-kadang kontraktur 
d. Lab = LED meningkat 

Osteomyelitis menurut penyebabnya adalah osteomyelitis biogenik yang paling sering: 
1. Staphylococcus (orang dewasa) 
2. Streplococcus (anak-anak) 
3. Pneumococcus dan Gonococcus 

E. Manifestasi Klinis 
Jika infeksi dibawa oleh darah, biasanya awaitan mendadak, sering terjadi dengan manifetasi klinis septikema (misalnya : menggigil, demam tinggi, tachycardia dan malaise umum). Gejala sistemik pada awalnya dapat menutupi gejala local secara lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai posterium, dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak, dan sangat nyeri tekan. Pasien menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul. 
Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah terinfeksi membengkak, hangat, nyeri, dan nyeri tekan. 
Pada pasein dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus. 

F. Pemeriksaan Penunjang 
1. Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endapan darah. 
2. Pemeriksaan titer antibodi – anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas. 
3. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri Salmonella. 
4. Pemeriksaan Biopsi tulang. 
5. Pemeriksaan ultra sound
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi. 
6. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan adiologic, setelah dua minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus. 

G. Penatalaksanaan 
Pada Osteomielitis akut ; pemeriksaan sinar-x hanya menunjukan pembengkakan jaringan lunak. Pada sekitar 2 minggu terdapat daerah dekalsifikasi ireguler, nefrosis tulang, pengangkatan periosteum dan pembentukan tulang baru. Pemindaian tulang dan MRI dapat membantu diagnosis definitive awal. Pemeriksaan darah memperhatikan peningkatan leukosit dan peningkatan laju endap darah. Kulur darah dan kultur abses diperlukan untuk menentukan jenis antibiotika yang sesuai. 
Pada Osteomielitis kronik, besar, kavitas ireguler, peningkatan periosteum, sequestra atau pembentukan tulang padat terlihat pada sinar-x. Pemindaian tulang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi area terinfeksi. Laju sedimentasi dan jumlah sel darah putih biasanya normal. Anemia, dikaitkan dengan infeksi kronik. Abses ini dibiakkan untuk menentukan organisme infektif dan terapi antibiotic yang tepat. 

II. ASUHAN KEPERAWATAN 

A. Pengkajian 
a. Riwayat keperawatan 
Dalam hal ini perawat menanyakan faktor-faktor resiko sehubungan dengan osteomielitis. Hal-hal yang dikaji meliputi umur, pernah tidaknya trauma, luka terbuka, tindakan operasi khususnya operasi tulang, dan terapi radiasi. Faktor-faktor tersebut adalah sumber potensial terjadinya infeksi. 
a. Identifikasi awitan gejala akut : nyeri akut, pembangkakan, eritma, demam atau keluarnya pus dari sinus disertai nyeri, pembengkakan dan demam. 
b. Kaji faktor resiko : Lansia, DM, terapi kortikosteroid jangka panjang, cedera, infeksi dan riwayat bedah ortopedi sebelumnya. 
c. Hal-hal yang dikaji meliputi umur, pernah tidaknya trauma, luka terbuka, tindakan operasi khususnya operasi tulang, dan terapi radiasi. Faktor-faktor tersebut adalah sumber potensial terjadinya infeksi. 

b. Pemeriksaan fisik 
Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila dipalpasi. Bisa juga terdapat eritema atau kemerahan dan panas. Efek sistemik menunjukkan adanya demam biasanya diatas 380, takhikardi, irritable, lemah bengkak, nyeri, maupun eritema. 

c. Riwayat psikososial 
Pasien seringkali merasa ketakutan, khawatir infeksinya tidak dapat sembuh, takut diamputasi. Biasanya pasien dirawat lama di rumah sakit sehingga perawat perlu mengfkaji perubahan-perubahan kehidupan khususnya hubungannya dengan keluarga, pekerjaan atau sekolah. 

d. Pemeriksaan diagnostik 
Hasil laboratorium menunjukan adanya leukositosis dan laju endap darah meningkat. 50% pasien yang mengalami infeksi hematogen secara dini adanya osteomielitis maka dilakukan scanning tulang. Selain itu dapat pula dengan biopsi tulang atau MRI. 

B. Diagnosa Keperawatan 
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan. 
2. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan menahan beban berat badan. 
3. Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang. 
4. Kurang pengetahuan tentang program pengobatan 

C. Intervensi Keperawatan 
Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan. 
1. Imobilisasikan bagian yang terkena dengan bidai untuk mengurangi nyeri dan spasme otot. 
2. Sendi diatas dan dibawah bagian yang terkena harus dibuat sedemikian sehingga masih dapat digerakkan sesuai rentangnya namun dengan lembut. Lukanya sendiri kadang terasa sangat nyeri dan harus ditangani dengan hati-hati dan perlahan. 
3. Tinggikan bagian yang terkena untuk mengurangi pembengkakan dan ketidaknyamanan yang ditimbulkannya. 
4. Pantau Status neurovaskuler ekstremitas yang terkena. 
5. Lakukan Teknik manajemen nyeri seperti massage, distraksi, relaksasi, hipnotik untuk mengurangi persepsi nyeri dan kolaborasi dengan medis untuk pemberian analgetik. 

Dx 2 : Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan menahan beban berat badan. 
1. Program pengobatan dengan membatasi aktivitas. 
2. Liindungi tulang dengan alat imobilisasi dan hindarkan stres pada tulang karena Tulang menjadi lemah akibat proses infeksi. 
3. Berikan pemahaman tentang rasional pembatasan aktivitas. 
4. Partisipasi aktif dalam kehidupan sehari-hari dalam batas fisik tetap dianjurkan untuk mempertahankan rasa sehat secara umum. 

Dx 3 : Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang. 
1. Pantau respons pasien terhadap terapi antibiotika. 
2. Observasi tempat pemasangan infus tentang adanya i flebitis atau infiltrasi. 
3. Bila diperlukan pembedahan, harus dilakukan upaya untuk meyakinkan adanya peredaran darah Yang mewadai (pengisapan luka untak mencegah penumpukan cairan, peninggian daerah untuk memperbaiki aliran balik vena, menghindari tekanan pada daerah Yang di‑graft) untuk mempertahankan imobilitas Yang dibutuhkan, dan untuk memenuhi pembatasan beban berat badan. 
4. Pantau kesehatann urnum dan nutrisi pasien. 
5. Berikan diet protein seirnbang, vitamin C dan vitamin D dipilih untak meyakinkan adanya keseimbangan nitrogen dan merangsang penyembuhan. 

Dx 4 : Kurang pengetahuan tentang program pengobatan 
1. Pasien harus dalam keadaan stabil secara medis dan telah termotivasi, dan keluarga harus mendukung. Lingkungan rumah harus bersifat kondusif terhadap pro­mosi kesehatan dan sesuai dengan program terapeutik. 
2. Pasien dan keluarganya harus memahami benar proto­kol antibiotika. 
3. Ajarkan cara teknik balutan secara steril dan teknik kompres hangat. Pendi­dikan pasien sebelum pemulangan dari rurnah sakit dan supervisi serta dukungan Yang memadai dari perawatan di rumah sangat penting dalam keberhasilan penatalaksanaan osteomielitis di rumah. 
4. Pantau dengan cermat menge­nai bertambahnya daerah nyeri atau peningkatan suhu Yang mendadak. Pasien diminta. untuk melakukan obser­vasi dan melaporkan bila terjadi peningkatan suhu, ke­luarnya pus, bau, dan bertambahnya inflamasi. 

D. Evaluasi 
Hasil yang Diharapkan 
Dx 1 : 
1. Melaporkan berkurangnya nyeri 
2. Tidak mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya Infeksi 
3. Tidak mengalarni ketidaknyamanan bila bergerak 

Dx 2 : 
1. Berpartisipasi‑dalam aktivitas perawatan~diri 
2. Mempertahankan fungsi penuh ekstremitas Yang sehat 
3. Memperlihatkan penggunaan alat imobilisasi dan alat bantu dengan aman 

Dx 3 : 
1. Memakai antibiotika sesuai resep 
2. Suhu badan normal 
3. Tiadanya pembengkakan 
4. Tiadanya pus 
5. Angka leukosit dan laju endap darah kembali non‑nal 
6. Biakan darah negatif 

Dx 4 : 
1. Memakai antibiotika sesuai resep 
2. Melindungi tulang yang lemah 
3. Memperlihatkan perawatan luka yang benar 
4. Melaporkan bila ada masalah segera 
5. Makan diet seimbang dengan tinggi protein dan vitamin C dan D 
6. Mematuhi perjanjian untuk tindak lanjut 
7. Melaporkan peningkatan kekuatan 
8. Tidak melaporkan peningkatan suhu badan atau kambuhan nyeri, pembengkakan, atau gejala lain di tempat terrsebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar